Sunday Stories #1: How I Meet Ismail ❤

Pertama kali kolaborasi ngeblog bareng bunda Raaiq. Tema pertama yang kita ambil adalah soal nano-nano pengalaman kita melahirkan pertama kalinya. Berhubung bunda Raaiq melahirkan dengan SC dan saya persalinan normal, saya rasa tema kali ini bisa jadi inspirasi buat bumil-bumil di luar sana sebelum menghadapi persalinan.

Oke, ini pengalaman saya.

HPL anak pertama saya sebenarnya diprediksi tanggal 3 Agustus 2015.  Jauuuh sebelumnya, ketika saya hamil 4 bulan, suami bermimpi, saya melahirkan anak laki-laki, dan namanya Ismail. Sempat USG satu kali, tapi posisi bayi sedang tidak menghadap kamera, haha. Jadi nggak kelihatan laki-laki atau perempuannya.

Ahad, 26 Juli 2015
HPL masih seminggu lagi. Tapi ada sesuatu yang beda pagi itu. Saya merasakan kontraksi. Semacam nyeri haid gitu, rasanya persis sama dengan rasa nyeri kalau saya mau datang bulan. Saat itu saya punya kebiasaan mengelap daerah kewanitaan dengan tissue setiap habis buang air kecil. Jam 6 pagi, terkejutlah saya saat ada noda darah di tissue. Nggak banyak sih, seperti lendir putih yang bercampur darah. Segera saya beritahu suami, kami pun berjalan kaki ke puskesmas kecamatan yang jaraknya hanya beberapa meter dari rumah. Gedung bersalinnya buka 24/7.

Sampai di sana, saya dicek urine dan dicek pembukaan. Cara mengecek pembukaan bisa dicari di mbah google ya, khawatir terlalu vulgar. Jam 6 pagi, saya baru pembukaan 1. Alhamdulillah, berarti tinggal menunggu waktu saya bertemu dengan sang bayi. Saya pulang ke rumah, masih melakukan aktivitas seperti biasa, karena mulesnya masih ringan.

Sore harinya, saya coba periksa lagi ke bidan dekat rumah. Baru pembukaan 3. Bidan menyuruh saya pulang lagi, dan menyuruh kembali kalau saya udah nggak bisa senyum gara-gara mulesnya. Haha.

Malam hari, sekitar pukul 10, mulesnya mulai naik level. Saya tidak bisa tidur, mau posisi apapun serba salah. Suami sigap mengusap-ngusap punggung, karena memang diusap punggung bikin lebih nyaman dan rileks. 

Senin, 27 Juli 2015 (01:00 WIB)
Mules semakin menjadi, saya menyendiri di kamar mandi, menempelkan punggung ke dinding yang dingin cukup bisa mereda mulas. Hingga subuh, saya akhirnya tak tidur sama sekali. Seusai shalat, suami mengantarkan saya ke bidan.

"Nah, kalau udah nggak bisa senyum, berarti sebentar lagi, nih," kata bidan tersenyum melihat muka saya yang udah mesem mesem nggak karuan nahan nyeri. Cek pembukaan, baru pembukaan 5! Allahu Rabbiiii... gimana nanti rasanya pembukaan sempurna, alias pembukaan 10?

Bidan menyuruh saya berjalan kaki biar pembukaannya cepat, tapi saya nggak sanggup. Karena tidak tidur semalaman, badan rasanya nggak karuan. Akhirnya saya disuruh berbaring di ranjang, menyamping menghadap ke kiri. Dengan lembut, bidan Lia mengusap punggung saya dengan minyak kayu putih.

"Biar panaseun dede bayinya, ayo cepet keluar dede..." ujarnya.

Selanjutnya ibu saya yang sigap mengusap-ngusap punggung, sementara suami menemani saya di samping. Jam 9 pagi, ada rasa mulas yang mendadak berubah seperti rasa mulas ingiiiiinnn sekali BAB dan rasanya seperti tak bisa ditahan lagi.

"Bu, nggak kuat bu, saya pengen BAB, saya pengen ke WC dulu.."

"Bukan itu, itu mau melahirkan, tahan dulu ya.."

"Nggak mau, bu. Saya pengen ke WC aja, sekarang.." saya buru-buru turun dari ranjang dan masuk WC. Saya pun jongkok, tapi tak kunjung BAB.

"Aduh, kade bisi borojol. Cepet naik ke kasur, kita cek pembukaan."

"Alhamdulillah, udah pembukaan 10. Siap-siap ya. Yang di ruangan mau Mama atau Suami?" tanya bu Bidan. Berhubung bu Bidan ditemani 2 asistennya, ruangan terasa penuh, sehingga saya harus memilih salah satu.

"Mama," sahut saya lirih. Entahlah, saat itu saya hanya berpikir saya butuh orang berpengalaman di sisi saya. Suami pun menunggu di luar ruangan.

"Kalau mulesnya datang, ngeden ya. Sing tarik."

Kontraksi datang. Saya mengejan sekuat tenaga.

"Bukan di leher ngedennya. Jangan bersuara. Ngedennya di perut, ya."

Asli bingung. Kontraksi selanjutnya saya mencoba mengejan lagi.

"Wahh, ini masih salah ngedennya. Di perut ya, di sini nih," instruksi bidan sambil menepuk perut bagian bawah saya, "Kalau masih bersuara, berarti ngedennya masih di leher."

Beberapa kali mengejan, rupanya kepala dede bayi baru keluar sedikit. Saya kelelahan, sudah 30 menit sejak saya mengejan. Mama dengan lembut mengelap keringat saya dan mengetuk-ngetuk dada saya agar saya tetap terjaga dan membuka mata. Karena saat mengejan mata harus terbuka meski saat itu kita dihadapkan pada rasa kantuk dan lelah yang sangat.

Akhirnya, tiba saat di mana saya harus mengejan dengan seluruh tenaga yang saya punya. Benar-benar seperti seolah  itu usaha terakhir saya. Saya menarik nafas kuat-kuat, sekuat yang saya bisa, dan mengejan bagai tak ada kata esok (halah).

Samar-samar, di antara kesadaran saya yang mencapai titik terendah, saya mendengar suara tangisan bayi. Mama mengusap kening saya, "Alhamdulillah, Fifah. Laki-laki.."

Tahmid, Takbir, saya pekakkan dalam hati. Ingin menangis rasanya. Ismail pun didekapkan pada dada saya untuk IMD. Namun karena tidak pernah dirangsang sebelumnya (saat hamil usia 7 bulan ke atas), ASI saya tidak keluar meski Ismail sudah berusaha menyusu sekuat tenaga.

"Nggak apa-apa, nanti juga keluar.." Ibu Bidan membesarkan hati saya.


Ismail. Beratnya 3,3 kg dan panjang 48 cm. Rambutnya lebat sekali. Mm, hidungnya mirip abinya. Alisnya mirip dengan saya, tipis sekali. Saya lupa dengan seketika bagaimana rasa mules tadi. Suami masuk ke ruangan, menatap Ismail tanpa kata-kata dan tanpa ekspresi. Saya tahu dia bahagia, tapi terlalu gengsi untuk ditunjukkan di muka umum, hehe.

Selanjutnya, proses pembersihan. Sebenarnya sambil mendekap Ismail, bu bidan membersihkan bagian dalam perut saya. Tapi percayalah, rasanya masih dahsyat mulas, we had through the worst--kita sudah melewati keadaan yang lebih menyakitkan, jadi segitu mah no problem.

Setelah dibersihkan. Mm, sebenarnya saya tidak mau menceritakan ini. Tapi tak apa, untuk pembelajaran semua. Ternyata, mengejan saya yang kurang baik dan putus-nyambung beberapa kali itu menyebabkan robek yang lumayan pada area pintu keluarnya bayi. Kata bidan, kalau saya dari awal mengejan dengan baik, in syaa Allah tidak perlu ada robekan.

Proses menjahit robekan itu ternyata sempat bikin saya trauma. Meski sudah dibius di kaki kanan dan kiri, namun saat menjahit bagian dalamnya, saya teriak sekencang-kencangnya. Usaha meredam sakit sedikit berkurang dengan cara menggigit kain. Namun sugesti yang paling penting saat ini. Saya berkali-kali mengatakan dalam pikiran saya, "Afi, kamu kuat. Sabar. Tak lama lagi ini akan berakhir. Berakhir. Dan kamu bisa memeluk anakmu." Teruus seperti itu. Hingga proses menjahit selesai, haha.

Setelah Dzuhur, saya disuapi makan oleh suami, karena saya memang belum makan apapun sejak malam kemarin. Istirahat sebentar, sementara Mama dan suami mengurus administrasi. Ismail pun tidur lelap. Baru setelah Ashar, kami pulang ke rumah.

And that, how I meet Ismail Karim Mardani.

Tips untuk bumil trimester ke-3:

1. Pijat payudara untuk merangsang ASI. Cara pijit bisa dicari di google ya. Bisa minta bantuan suami juga.

2. Latihan pernafasan. Caranya dengan membiasakan setiap pagi menarik nafas sedalam mungkin, tahan 7 detik, keluarkan lewat mulut.

3. Berdoa dan banyak istighfar. Semoga bisa diberikan kelancaran dan Allah ridha.

4. Jangan takut. Tetap rileks. Niatkan setiap rasa sakit yang kita alami sebagai penghapus dosa-dosa kita.

Mama saya selalu menguatkan saya menjelang hari persalinan, "Ingat kisah Maryam? Dia melahirkan Nabi Isa seorang diri, di bawah pohon kurma. Allah yang menolong. Tidakkah itu cukup menjadi bukti bahwa seorang wanita memang diciptakan untuk kuat?"

Dear bumil yang lagi H2C, percayalah, kamu kuat. Dan Allah pasti menolong. Mau via SC atau persalinan normal, sesungguhnya itu adalah ikhtiar terbaikmu bertemu sang buah hati, amanah dari Rabb-Mu.

Cianjur, 10 September 2017
*menulis ini bikin saya dag dig dug duer menunggu persalinan anak ke-2 yang in syaa Allah launching akhir bulan depan. Doakan ya, Moms ❤

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Situs Download dan Baca Komik Gratis

Kotoba #2 ほっといて!  (Hottoite!)