Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2014

Cerpen #1 : Kakigori Part 3-END

Gambar
Part 1 Part 2 ***             “Kau..., brother complex 3 ya? Satria tersenyum padaku.             “Apa maksudmu?” aku menoleh padanya dengan wajah heran, “ Brother complex ? Aku menyayangi adikku, tapi tidak sampai begitu!” aku mendengus kesal.             Satria mengubah posisinya menjadi miring menghadapku, dengan perasaan bersalah ia meluruskan, “Ah, maksudku, kamu benar-benar sayang adikmu, ya...”             Aku tersenyum, tapi mukaku langsung cemberut ketika ia melanjutkan dengan tambahan yang tidak penting ‘makanya aku menyukaimu’.             “Hmm, bisnya akan berhenti di depan, dari situ kita ke bandara harus naik taksi. Zi sudah sampai? Dia sudah sms?”             “Di pesawat mana boleh mengaktifkan ponsel.” “Kalau dia sudah sampai, dia pasti akan mengirimkan sms padamu begitu mendarat,”             “Kalau dia sms, aku pasti sudah memberitahumu,” ujarku tidak mau kalah.             “Aih, kau ini. Dasar keras kepala, terserah kamu sajalah. Ayo turu

My Day #14 Dunia itu Asli luas, broh!

Gambar
Saya baru sangat menyadari hal ini di tempat kerja saya yang baru. Sama-sama jadi guru, cuma muridnya beda banget dibanding dengan murid saya sebelumnya. Enaknya jadi guru adalah, saat proses belajar-mengajar, anda bisa memilih apakah hanya mengajar, atau ikut belajar! Saya tipe guru yang suka merangkum pelajaran, menjelaskan intinya pada murid, membiarkan murid bingung agar di rumah belajar lagi karena di awal pelajaran saya selalu memberi tes ( fukushuu ) apa yang mereka pelajari kemarin. Tidak enaknya dari metode yang saya terapkan ini adalah: banyak waktu yang tersisa. Banyak waktu tersisa bagi saya adalah sebuah kesempatan untuk belajar banyak dari mereka.

Cerpenku #1 : Kakigori Part 2

Gambar
Yang belum baca part 1, klik di sini . ***              “Ramzi pulang!!” aku berlari ke pintu depan, memelukmu, adik laki-laki semata wayangku. “Duh, yang dapat beasiswa,” aku mengacak-ngacak rambutmu. Kamu hanya tersenyum, “Ibu mana, kak?” matamu meneliti sudut ruangan.             “Bu, Ramzi pulang,” aku menarik tanganmu untuk menemui ibu, tapi kamu melepaskan peganganku, “Hentikan ah, kak,” ujarmu datar.             “Loh? Kenapa? Aku kan kakakmu,” ujarku tanpa menghiraukan apa yang kamu pikirkan saat itu, aku menarik tanganmu lagi.             Kamu tampan. Kamu pintar. Kamu baik hati. Kamu rajin beribadah. Kamu tinggi. Dan pujian-pujian lain yang biasa kudengar ditujukan untukmu, adikku.             Kamu tahu tidak, ada perasaan mengganjal di hati kakakmu ini ketika mendengar semua itu? Tapi kakakmu ini menepis semua perasaan sakit itu, karena aku menyayangimu. Aku selalu ingin yang terbaik untukmu.             “Jadinya IPB, kan?” Ibu bertanya padamu soal shalat