Khalifah #2 Belajar Berkompetisi dari Si Kembar
Well, ini catatan lama yang baru bisa diposting sekarang. Cerita tentang sepasang santriku yang keren banget.
Tahun Baru Hijriah tak kalah meriah kami rayakan di sekolah
dengan semangat berkompetisi. Meski terkesan sangat dadakan, memang secara
tiba-tiba mulai hari Senin ba’da dzuhur hingga Selasa malam para santri sibuk
berpartisipasi dalam berbagai lomba. Lombanya cukup bayak, yaitu pidato, puisi,
cerdas cermat, MHQ, MTQ, Kaligrafi, dan memasak. Bayangkan betapa ramainya
acara ini, karena jika dihitung seluruh santri yang kami miliki ini hanya
berjumlah sekitar 80-an orang, jadi siapa saja yang tidak berpartisipasi dalam
lomba bisa kelihatan.
Lewat momentum ini saya menyadari banyak hal. Masya Allah,
santri-santri ini beragam keahliannya. Saya ditugaskan menjadi penanggung jawab
untuk lomba cerdas cermat. Tugasnya apalagi kalau bukan bikin soal, ngebacain
soal, dll. Pada awalnya, dari 4 kelas, yang mendaftarkan diri hanya 1 grup dari
masing-masing kelas. Jadi totalnya ada 4 grup. Yah, sedikit kan ya? dari zuhur
sampai ashar langsung final juga jadi. Tapi..tapi..
Mulanya antusias anak-anak memang seadanya. Apalagi kelas 8
yang cuma sedikitan muridnya, ngirim perwakilannya untuk cerdas cermat juga
agak dipaksa-paksa dulu sama KMnya. Jadilah kelas 8 ada 1 grup, kelas 7A, 7B,
dan 7C masing-masing mengirimkan 1 grup. Lalu keempat grup ini dilombakan, yang
menang? bisa ditebak. Kelas 8. Hehe. Dan dari api kecil kemenangan 1 grup kelas
8 ini rupanya memicu api besar semangat para santri yang lain untuk berlomba
lagi.
“Ustadzah, saya juga mau ikut lomba! saya mau!” Hwaa,
teriakan dan atusias mereka bikin ngeri saya seketika itu juga. Jreng!
Tiba-tiba untuk lomba LCC grup yang ikut serta bertambah! Berapa coba? 3 grup
kelas 8, dan 2 grup dari 7A dan 7B, satu grup dari 7C. Jadi total grup
tambahan... 8 grup! itu artinya ada 2 kloter perlombaan lagi sebelum pemenang
masing-masing kloter nanti diadukan di final.
Yang mendadak panik oleh antusias anak-anak ini siapa? Tentu
para asatidznya, hehe. (Ngedadak bikin banyak paket soal)
Singkat cerita, saat final ada 4 grup yang bertanding untuk
meraih peringkat 1, 2, dan 3. Di sekolah kami punya sepasang santri kembar,
namanya Hassan dan Hussain (hwaa). Hassan dan Hussain berada di grup yang
berbeda saat mereka bertanding. Dua-duanya sama-sama keren, wawasannya luas.
Pertanyaan seputar wawasan keislaman bisa langsung diembat sama 2 anak ini.
Pertanyaan seperti,
“Sebutkan 10 sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga!”
“Siapakah Presiden Mesir yang terpilih berdasarkan suara
rakyat?”
Tidak hanya sampai di situ decak kekaguman saya. Setelah
melewati perlombaan yang sengit, akhirnya yang memenangkan lomba ini adalah
kelompoknya Hassan. Tepuk tangan riuh penonton mewarnai euphoria kemenangan
grupnya saat itu. Namun pas di saat lomba selesai, sementara tepuk tangan menghujani,
Hussain menghampiri saudaranya, memberikan jabat tangan dan pelukan hangat plus
senyuman yang turut berbahagia.
Ketika orang-orang lain hanya bisa tersenyum kecut saat
kalah, saya menyaksikan pemandangan luar biasa mengenai kompetisi dan berlapang
dada akan hasilnya. Pertanyaan saya cuma satu waktu itu:
“Bagaimana orangtuanya mendidiknya?”
Itu jadi rahasia saya pribadi. Karena saya sudah melakukan
wawancara khusus pada mereka mengenai orangtuanya dan terbayang, saya akan
meniru bagaimana mendidik anak saya kelak di rumah. Hehe. Nanti kapan-kapan
saya posting deh. Ja!
Komentar
Posting Komentar