My Day #8 Perumahan Seribu Bintang

Maka hari itu akan tiba,
Ketika setiap rumah membuka pintu,
Ketika setiap sapa dan salam menyahut merdu,
Dan yang keluar dari setiap lisan hanyalah : do’a yang syahdu.

Pernah suatu hari aku dan temanku sepulang dari mabit bersama di Masjid Daarut Tauhid, menikmati udara segar di pagi hari dengan berjalan-jalan di sekitar area kampus. Di Pondok Hijau tepatnya. Perumahan nan asri dengan banyak hehijauan yang mengelilingi. Selama berjalan kami pun mulai bercerita tentang banyak hal. Tentang wanita dan apa saja yang dikhawatirkannya, tentang hehijauan yang terhampar yang bisa jadi terapi untuk mata, hingga sampai di pembicaraan tentang rumah yang berawal dari komentar-komentar kami soal rumah-rumah yang ada di sana.

Dari sinilah khayalan kami mulai berkembang. Bagaimana jika nanti di masa depan, kita bikin kavling sendiri khusus pengurus UKM BAQI UPI. Nanti kita bisa saling bertetangga dan menyapa setiap harinya. Lalu anak-anak kita saling berlomba soal hafalan dan ibadahnya, dan pembicaraan kami saat memilih sayur bukanlah tentang sinetron yang tayang kemarin atau si fulan yang ditinggal pergi anaknya, tapi pembicaraan yang sangat indah dan tak pantas disandingkan dengan ghibah dan perkataan sia-sia. Kami akan sibuk membicarakan jadwal kajian Ust. Saiful Islam atau Ust. Hanan At-Taki, atau tentang ringkasan materi tafsir kemarin yang tidak sempat salah satu dari kami ikuti.

Khayalan kami tidak berhenti sampai di situ. Sambil berbingar, kami melanjutkan impian masing-masing tentang sebuah masyarakat qurani. Seperti misalnya, di kavling kami tidak akan terdengar sedikitpun suara hentakan musik apalagi dangdut, yang terdengar hanyalah murattal yang  mengalun merdu. Saat subuh kavling kami sepi karena kegiatan seluruh warga terpusat di masjid, meskipun nanti anak-anak kami masih kecil, kami akan membawanya ke masjid. Ketika ada salah seorang dari antara kami membutuhkan bantuan, kami akan berebut untuk membantunya.

Misalnya seperti cerita singkat dan menggelikan berikut ini :
Suatu hari, anak dari salah satu kami akan melangsungkan pernikahan. Ibundanya yang kebingungan karena biaya pernikahan putrinya tidaklah murah, mengutarakan hal yang sebenarnya saat kumpul ummahat kavling Baqingdom. Berikut tanggapan dari warga kav. Baqingdom :

Afie        : “Ibu, biar untuk tempat di rumah saya saja, kan halamannya luas, bisa menerima tamu sebanyak mungkin.”
Selly       : “Mending di saya aja, bu. Rumah saya kan ada aula kecilnya, ya cukup untuk memuat 100-200 orang.”
Afie        : “Oh, iya bagus tuh bu, kalau gitu saya yang menyediakan parasmanannya, ibu jangan khawatir, saya kan punya beberapa cabang catering. Tentu gratis buat ibu.”
Yanti      : “Ng, kalau saya akan menyediakan souvenir aja kayaknya. Mau yang kayak gimana? Saya tinggal ngambil aja di gudang.”
Astri       : “Kalau soal rias pengantin, serahkan aja pada saya. Gini-gini juga dulu saya pernah kursus, hehe.”

Dan khayalan kami entah akan sampai di mana jika tidak dihentikan oleh sekelibat fakta yang terjadi di kehidupan nyata. Bahwa orang semakin individualis dan enggan bersosialisasi, bahwa yang namanya manusia dengan kecanggihan teknologi yang ada membuatnya menjadi pemalas.

Tapi sejenak setelah kami menghembuskan nafas sambil tersenyum, kami yakin suatu saat suasana indah seperti itu akan terwujud. Jika tidak di generasi kami mungkin di generasi selanjutnya, selanjutnya, selanjutnya, jika tidak di dunia, maka harapannya kita akan bertetangga di surga kelak di perumahan seribu bintang yang dikelilingi sayap-sayap malaikat.

Maka tugas kami sekarang adalah berusaha semaksimal mungkin di setiap kegiatan sehari-sehari kami untuk mengarah ke sana.

“I never don’t know what this felling, but i must still run till i can’t.”
Optimistic about all things will turn good. That’s how we called about ‘this felling’ it was.

No more explanation.

Komentar

  1. tetep ujung-ujungnya 'n*kah'... heu

    tapi tetep ujung-ujungnya mang agus SETUJU, kalo bisa tu kavling perumahan warna (cat)nya hijau semua. klo bisa hijau yang alami, seperti contohnya tiap hari tembok-tembok rumah disiram, selang bertahun2, sejurus kemudian akan timbul lumut-lumut ijo yang lucu. hijau yang alami.
    jadilah 'rumah seribu hijau'

    insya Allah, kavling sementara comingsoon TASQ/TASAQU (taman sahabat quran).
    tempat bermainnya orang-orang yang demen tuh sama alQuran.

    BalasHapus
    Balasan
    1. :D
      setuju pisan itu ada taman kayak gitu,,ntar ada mesin pengecek hafalan di mana-mana..hehe

      sok lah sing pada kaya raya anak baqi teh,biar bisa mewujudkan mimpi-mimpi quraninya :)

      Hapus
  2. Hmmm...... sukaaaa,,, khayalan tingkat tinggi y....

    sepakat tu sama yg comen d FB, perluasan dakwah qurani.... kty nikah nya jangan sm anak BQ, hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe,,alhamdulillah...

      betul kang,biar dakwah quraninya meluas seluas-luasnya..
      anak BQ mah asa udah kyk sodara sendiri..hehe

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Situs Download dan Baca Komik Gratis