Sinkronisitas
Saya pertama kali mendengar istilah ini dari salah satu judul cerpen berjudul sama yang ditulis Mba Dee dalam buku kumpulan cerpennya. Saya begitu tertarik dengan kata ini. Setidaknya dalam sehari saya pasti bertemu dengan sebuah peristiwa yang terangkum dalam istilah ini.
Sebut saja namanya Budi, orang yang disukai Rara sahabat saya. Rara mengeluh ketika Rara berusaha melupakan Budi, justru ia malah semakin tidak bisa melupakannya. “Bayangin aja, tadi pas gue naik damri. Di jalan ada warteg namanya ‘warteg Budi’ gimana gue bisa lupa cobaa?” Lalu Rara pernah tiba-tiba teriak ketika membaca buku, “Oh My God! baca kalimat ini deh. Bacaa,” hebohnya sambil menyodorkan buku tentang etika. Di situ ada bab yang judulnya ditulis besar-besar: BUDI PEKERTI.
Haha.
Yah, selain karena sinkronisitas, apa-apa yang dialami Rara tersebut juga karena nama ‘Budi’ itu termasuk pasaran (baca: banyak yang pakai), wajar kalau ketemu di mana-mana. Sejak tahu istilah ini, dari pada menyebut suatu peristiwa itu kebetulan, saya lebih nyaman menyebutnya dengan “Sinkronisitas”. Peristiwa di mana bisa membuat saya takjub dan merasa bahwa setiap detik dalam episode kehidupan ini benar-benar sudah ada yang mengatur, benar-benar ada yang mengawasi.
Anda mungkin pernah mengalami kejadian serupa di atas atau kejadian seperti saya berikut ini. Hari itu panas sekali, setelah rasanya seharian sudah keliling kampus dengan jalan kaki, saya sejenak mengistirahatkan kaki saya di Masjid. Dalam hati saya bergumam, “Lapar banget ya Allah. Laper banget.” Dan tahu apa yang terjadi saat itu? Whuss. Ada bidadari--teman saya sendiri, dengan izin-Nya lewat di depan saya, berhenti sejenak, lalu memberikan sekotak kue yang ia bawa sambil bilang, “Fi, ini buat kamu aja. Yuk ah,” lalu bergegas pergi. Saya yang terbengong-bengong cuma bisa tahmid lalu...makan.
Terlalu sederhana jika kejadian ini disebut ‘kebetulan’, kan?
Sinkronisitas. Sebuah cara pandang yang berbeda bahwa apa-apa yang terjadi di dunia bukan karena kasualitas semata, tapi ada rangkaian yang sambung menyambung dan sudah didesain sejak semula :)
Sebut saja namanya Budi, orang yang disukai Rara sahabat saya. Rara mengeluh ketika Rara berusaha melupakan Budi, justru ia malah semakin tidak bisa melupakannya. “Bayangin aja, tadi pas gue naik damri. Di jalan ada warteg namanya ‘warteg Budi’ gimana gue bisa lupa cobaa?” Lalu Rara pernah tiba-tiba teriak ketika membaca buku, “Oh My God! baca kalimat ini deh. Bacaa,” hebohnya sambil menyodorkan buku tentang etika. Di situ ada bab yang judulnya ditulis besar-besar: BUDI PEKERTI.
Haha.
Yah, selain karena sinkronisitas, apa-apa yang dialami Rara tersebut juga karena nama ‘Budi’ itu termasuk pasaran (baca: banyak yang pakai), wajar kalau ketemu di mana-mana. Sejak tahu istilah ini, dari pada menyebut suatu peristiwa itu kebetulan, saya lebih nyaman menyebutnya dengan “Sinkronisitas”. Peristiwa di mana bisa membuat saya takjub dan merasa bahwa setiap detik dalam episode kehidupan ini benar-benar sudah ada yang mengatur, benar-benar ada yang mengawasi.
Anda mungkin pernah mengalami kejadian serupa di atas atau kejadian seperti saya berikut ini. Hari itu panas sekali, setelah rasanya seharian sudah keliling kampus dengan jalan kaki, saya sejenak mengistirahatkan kaki saya di Masjid. Dalam hati saya bergumam, “Lapar banget ya Allah. Laper banget.” Dan tahu apa yang terjadi saat itu? Whuss. Ada bidadari--teman saya sendiri, dengan izin-Nya lewat di depan saya, berhenti sejenak, lalu memberikan sekotak kue yang ia bawa sambil bilang, “Fi, ini buat kamu aja. Yuk ah,” lalu bergegas pergi. Saya yang terbengong-bengong cuma bisa tahmid lalu...makan.
Terlalu sederhana jika kejadian ini disebut ‘kebetulan’, kan?
Sinkronisitas. Sebuah cara pandang yang berbeda bahwa apa-apa yang terjadi di dunia bukan karena kasualitas semata, tapi ada rangkaian yang sambung menyambung dan sudah didesain sejak semula :)
Komentar
Posting Komentar