SundayStories #2: Orang Cina dan Jilbab Hijau


Kamu tahu?
Sejatinya kita selalu berada di ruang yang sama, selalu.
Ruang itu bernama iman.
***
Sunday Stories kali ini harusnya dibagi jadi 3 part. Kalau bisa dibukukan atau difilmkan (halah). Soalnya momen-momen saya bisa menikah dengan dia sangat dramatis, menurut saya. Entah kalau kata suami, mungkin biasa aja, haahhaha.

"Bi, apa yang abi inget saat pertama kali kita ketemu?"
"Eeum.. jilbab hijau?"
"Hahahaha.. iya ya, aku pakai jilbab hijau waktu itu."
"Kalau umi ingetnya apa?"
"Abi dulu.. kayak orang Cina. Matanya sipit, kulitnya putih."
"Lha sekarang? Sawo mateng ya? Atau matengnya kebangetan?"
"Yaaa... aku kan nggak ngomong gitu."
"Umi juga. Dulu perasaan kecil.."
-________-

Kita stop di sini percakapannya ya. Khawatir jomlo-jomlo di luar sana pada baper *uhukk*
Saya dan suami berjodoh dengan cara antimainstream. Taaruf. Eh, tapi kayaknya udah mainstream deh sekarang. Iya itu, lewat tuker-tukeran biodata. Bukan, bukan biodata di kertas binder kayak anak SD terus saling tukeran. Bukan. Ini diketik rapih dalam format Ms. Word kurang lebih 3 halaman, plus foto, data lengkap mulai dari kita lahir sampai pernah punya penyakit apa. Lalu biodata kita itu dimarketing oleh orang yang kita percaya, hihi.

Singkat cerita, sekitar Februari 2014, biodata dengan namanya tiba di email saya. Saya baca sekilas, oh, dari Sukabumi. Dekat dengan kampung halaman saya, Cianjur. Dan salah satu persyaratan dari keluarga besar memang kalau bisa orang Sunda dan dekat, biar silaturahim dengan orangtua tetap terjalin. Lalu.. eh, di pekerjaannya tertulis Calon Dosen. Suami memang saat itu masih menyelesaikan studi S2nya di Jogja. Kerja sampingan jadi guru bimbel, dan entah kenapa pede sekali menuliskan pekerjaannya di biodata sebagai 'Calon Dosen', padahal kan belum tentu, haha.

Usianya hanya beda 4 tahun dengan saya. Hmm. Cocok lah, saya kan masih polos-polos gimana gitu, secara masih 23  tahun waktu itu, hihi.

Saya pun memforward email berisikan biodatanya ke Bapak. Bapak pun setuju, malah kalau bisa harus langsung cepat ke rumah. Saya waktu itu sedang kerja di Cikarang, akhirnya ambil cuti demi ketemuan si dia. Eits, ketemuannya di rumah, ya, bareng Bapak juga.

20 Mei 2014
Ini kali pertama kami bertemu. Dia diantar oleh perantara kami, yang juga senior di organisasi kampus yang saya ikuti, sekaligus teman SMA suami.

Ada debaran yang tak berhenti. Rasanya mau meledak. Sesak, tapi bikin ketagihan gimana gitu, haha.

Bapak yang banyak mengobrol dengan suami dan juga mak comblang kami. Saya hanya sesekali mencuri pandang (ihiiyy), atau bertanya pertanyaan dari yang nggak penting-penting amat sampai yang maha penting. Misalnya, golongan darahnya apa (lagi booming sifat berdasar golongan darah, hahahaha), setelah menikah mau tinggal di mana, apa saya setelah jadi istri boleh bekerja lagi atau tidak, dll.

Acara hari itu ditutup dengan makan bersama. Bapak yang menemani, saya mah nyumput di kamar.

Setelah pertemuan pertama itu, ada jeda 2 bulan lebih saya tak menerima kabar apapun dari si akang. Mau lamar nggak sih? dengus saya dalam hati. Gini-gini juga si aku kan banyak yang ngincer, hihi. Tips buat para ikhwan, kalau memang sekiranya udah klop dan ada kecenderungan, lamar aja dulu ya, bisi ku batur!

Karena selama 2 bulan 'menunggu' ini ujian buat saya terasa sekali. Kami sama sekali tidak komunikasi, baik via sms atau medsos. Kalau ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan, komunikasi full lewat mak comblang kami. Ini ikhtiar kami supaya proses ke arah pernikahan bebas dari hal-hal syubhat.

Akhir Juli 2014
Kabar gembira pun tiba, si akang mau datang melamar bawa keluarganya! Waahh..
Ternyata 2 bulan kemarin tak ada kabar karena beliau sedang fokus-fokusnya ngerjain tesis, jadi tak bisa diganggu.

1 Agustus 2014
Mengenakan kemeja putih, kamu berkunjung ke rumahku ditemani keluargamu. Saat itu aku benar-benar tak berani menatap wajahmu, rasanya ingin aku diam saja di kamar, atau menjauh entah ke mana untuk menyembunyikan wajahku yang kemerahan saat kau bilang pada ayahku bahwa maksud kedatanganmu adalah untuk melamarku.
Beruntung kita terpisah oleh ruangan yang berbeda, sehingga aku tak perlu repot memasang wajah kalem. Lalu, setelah maksud kau utarakan, ibumu menghampiriku, memasangkan sebuah cincin di jari manisku, sebagai tanda aku sudah kau tandai sebagai calon istrimu. Aku ingat betul ibumu menangis sambil tersenyum memandangku, sehingga membuatku menangis juga.
Kala itu ibarat tiga perempat perjalananku mencarimu, dari ujung dunia, meski kita mungkin pernah berpapasan di sebuah jalan, sama-sama duduk berada dalam kereta yang sama, atau bersebrangan sama-sama menanti di balik menara, kita tak pernah saling bertatapan. 1 Agustus 2014, akhirnya kita bertatapan, hingga saatnya, Allah izinkan kita bergenggaman tangan.
Kini, 3 tahun berlalu, kita tidak hanya bergenggaman tangan berdua, seorang anak Allah titipkan untuk kita rangkul bersama. Semoga selamanya hingga ke surga.

28 September 2014, pernikahan kami digelar dengan sederhana. Alhamdulillah prosesnya lancar.

***

Sunday Stories kali ini saya tutup dengan tips memilih pasangan hidup ala saya:

  1. Pilih yang baik agamanya. Ini harga mati. Karena kehidupan pernikahan itu tidak sebentar, diperlukan iman agar suami dan istri bersabar di dalamnya. Dengan iman, sang istri bisa keliatan cantik banget dan suami rasanya lebih ganteng dari Hamish (halah).
  2. Minta pendapat orang tua. Ada hadits bahwa ridha Allah ada pada ridha orang tua. Sebelum bertemu suami, saya sudah menjalani proses taaruf sampai 3x. Tapi hanya si akang yang buat ibunda ridha. Hanya berbekal ini, saya tanpa pikir panjang langsung setuju.
  3. Istikharah terus. Hafalkan doa istikharah, panjatkan sesering mungkin.
  4. Jangan ambil pusing dengan resepsi. Bukankah menikah itu ibadah? maka jadikanlah ia mudah. Sunnahnya, perbanyak makanan saat menjamu tamu.
  5. Pastikan ada kecenderungan. Maksudnya, ada rasa cinta saat memandang pertama kalinya, meski sedikit. Tak ada yang sempurna di dunia ini, saya masih saja menemukan pria dan wanita yang mematok kriteria yang tinggi untuk calon pasangannya, sehingga sulit untuk menemukan jodohnya.

Semoga yang sedang dalam penantian bisa disegerakan bertemu dengan jodohnya, aamiinn.

Cieee, baper deehhh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Situs Download dan Baca Komik Gratis

Kotoba #2 ほっといて!  (Hottoite!)