Day #4: Keluargaku yang Sebenarnya

Duluuuuu sekali, saat zaman saya pakai seragam merah-putih untuk ke sekolah, sebut saja teman saya ini Oni. Oni tiba-tiba mendatangi saya, katanya ada rahasia yang ingin dia katakan. Rahasia ini tidak pernah ia ceritakan kepada yang lain, hanya kepada saya. Wajahnya yang serius, berbeda jauh sekali dengan yang biasanya—karena ia tipe anak yang sering bercanda, membuat saya menatap ia serius juga. Dengan berbisik, ia setengah menutup mulutnya, lalu berkata,

“Sebenarnya, Fi. Aku...”

Apa? Apa?? Saat itu saya masih bocah. Satu-satunya yang terlintas di benak saya ketika itu adalah, mungkin si Oni ini ingin cerita, bahwa nyawanya tak lama lagi! Mungkin. Tapi...

“Sebenarnya aku... Kapten Tsubasa! Ya, aku adalah Kapten Tsubasa!”
-_____________________________-

Adegan selanjutnya bisa ditebak, saya meninggalkan Oni yang tertawa terbahak-bahak, dengan wajah saya yang dongkol tentunya. Grr.

Haha. Sedikit nostalgia ya, teman-teman. Karena tema hari ini adalah mengenai keluarga, sebenarnya saya dilema untuk menulisnya, karena kebanyakan tidak layak ditiru. Eh.
Sebelum menikah, keluarga saya banyak. Ada almarhum Bapak, Ibu, Adz, dan Thor. Setelah menikah? Ya tambah banyak dong, tambah si Cinta dan Ismail-chu. Kami tipikal keluarga sederhana macam keluarga cemara, hehe. Ibu saya guru Matematika di sebuah desa, Bapak semasa hidupnya sempat jadi kepala perusahaan hingga sempat jadi tukang bakso. Adz sekarang kerja di sebuah kantor start-up sebagai desainer interface aplikasi (sounds cool, huh? Haha). Thor mengabdikan dirinya di sebuah masjid sederhana di Bandung, dia tipikal idola ibu-ibu pengajian.

Saya paling suka ketika kami berkumpul kalau libur, karena semuanya punya tipe kepribadian yang berbeda, padahal golongan darah semuanya sama, lho (Yes, we are A type). Si Cinta tipe yang nggak bisa diam kalau liburan di rumah. Harus ada kegiatan, kalau nggak gitu si Cinta bisa istirahat seharian. Si Cinta paling suka memasak. Jangan salah, dia ahli menawar di pasar dan masakannya maknyuss.

Adz, adik pertama, tipe yang kalau libur pengennya rebahan mulu di kasur. Wah, dimintai tolong ke warung aja susah#dilemparlaptop. Tapi, akhir-akhir ini dia selalu ikut kalau ada yang ngajak perjalanan jauh. Seperti ke Bandung, misalnya. Alasannya, dia bisa sambil berburu Pokemon.

Thor, tipikal yang hayu-hayu ajah. Dimintai tolong ke warung, hayu. Jalan-jalan, hayu. Tidur siang, hayu. Dan kalau liburan pasti main game di laptop atau di HP. Meski begitu, adik-adik saya anak yang sayang keluarga. Adz, selalu bawa oleh-oleh kalau pulang ke rumah. Thor, tidak pernah menolak kalau dimintai tolong ke sana kemari.

Dan si Cinta... tak pernah sungkan membantu saya menggantikan popok Ismail. Sampai Adz dan Thor aneh, itu si Cinta ko nggak jijik ya sama pupnya Ismail?

“Yah, namanya juga cinta,” jawab suami saya singkat. Lalu kami semua tertawa.

Menulis tema keluarga hari ini membuat saya sadar. Begitu banyak yang harus saya syukuri. Betapa setiap keluarga memiliki cerita yang berbeda-beda. Tak perlu iri jika keluarga si A pergi berlibur ke luar negeri atau keluarga si B yang beli mobil baru. Sebagai Muslim kita hanya harus iri terhadap 2 orang: Orang yang berilmu dan ilmunya bermanfaat, serta orang yang berharta dan ia dermawan.

I love my Family! Nah, bagaimana dengan keluargamu?

Tambahan:
Baru-baru ini saya mencoba mengetikkan nama-nama adik saya di Google. Voila! Ternyata ada sisi lain dari mereka yang baru saya tahu (Ih, si kakak ini kepo banget, ya! Suami saya menyebut tindakan kepo ini sebagai akibat dari kurang kerjaan, hahahahaha). Adz, ternyata pendiam juga kalau di kampus, dan terkenal sibuk karena banyak orderan. Sedangkan Thor, dia ternyata penulis legend fanfiction Lost Saga. Widihhh.

*Postingan ini merupakan seri dari 30 Day Blogging Challenge yang list lengkapnya bisa dilihat di sini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Situs Download dan Baca Komik Gratis

Kotoba #2 ほっといて!  (Hottoite!)