NHW #1: Perkenalkan, Namanya Ikhlas

Jujur saya berpikir lama untuk menjawab soal nomor 1 dari Nice Homework yang diberikan di kelas WA Matrikulasi Ibu-ibu Profesional Batch 3. Ilmu apa yang ingin anda tekuni di Universitas Kehidupan? kurang lebih begitu pertanyaannya.
Hmm, bicara tentang Universitas Kehidupan, itu artinya seumur hidup. Ilmu yang ingin saya pelajari seumur hidup. Saya perlu menekuni ilmu yang lebih esensial, yang bisa membuka ilmu yang lainnya.

Akhir-akhir ini saya sedikit berubah, kata suami. Setelah baca buku "Mencintai Suami Jangan Setengah Hati" karya Dr. Najib binti Ahmad Zhahir, saya sedikit demi sedikit merangkai lagi, menyusun strategi lagi tentang peran saya sebagai wanita. Untuk apa saya dilahirkan? pertanyaan klasik seperti ini kembali terulang. Karena ijazah S1 Pendidikan Bahasa Jepang yang saya raih nyatanya tak lama berperan. Masih tersimpan rapih di dalam map. Dan tidak ikut andil dalam ilmu yang saya gunakan di kehidupan sehari-hari saya saat ini. Saya sempat kesal dengan acara seminar pra nikah yang saya ikuti saat saya kuliah. Kenapa tidak ada yang bahas? Bahwa kehidupan setelah pernikahan dan punya anak ternyata serumit ini?

Apa kabar ilmu aqidah, fiqh, tafsir dan ilmu agama lainnya yang saya sempat cicipi semasa Pesantren? Saya masih saja merasa kewalahan menghadapi kehidupan saya dengan peran yang baru ini. Saya merasa belum bertemu jawaban atas semua kerumitan yang tanpa sadar saya ciptakan sendiri. Hingga.. saya bertemu dengan dua buku ini. Buku yang sudah saya sebutkan di atas, serta buku "Magnet Rezeki" karya Nasrullah. Ah, bukankah ini pun takdir Allah?

Saya belum benar-benar membaca habis kedua buku ini. Hanya, saya merasa saya sudah bertemu dengan jawabannya. Jawabannya adalah ilmu yang harus saya pelajari sebelum saya mempelajari ilmu yang lain. Perkenalkan, namanya ilmu ikhlas.

"Seperti saat kamu buang hajat di toilet. Walaupun sebelumnya kamu makan rendang, apa kamu melihat ke belakang dan mencoba melihat apa yang kamu buang? Apa kamu merasa sayang akan rendang yang kamu makan?" analogi guru saya ini mungkin agak kotor, tapi saya belum menemukan contoh lain yang pas. Let it go, let it flow. Ikhlas itu sebenarnya antara gampang dan susah. Gampang, karena kita harus membiarkan semuanya berlalu, tak perlu banyak berpikir. Susah, saat bisikan-bisikan lain ambil bagian memperkeruh pikiran dan hati.

Tak ada ilmu yang tak bisa dipelajari. Prinsip saya begitu. Maha Besar Allah yang menciptakan manusia dengan akal. Saya yakin saya bisa menguasai ilmu apapun, karena otak ini Allah yang buat, karena Allah-lah semua ilmu bisa menjadi mudah dipelajari. Anda belum bisa masak? Belajarlah, pasti bisa. Berkebun? Belajarlah. Semua, semua ilmu, man jadda wa jada, pasti bisa. Jangan remehkan otak yang Allah ciptakan. Termasuk untuk meraih ikhlas. Pasti ada ilmunya dan bisa dipelajari. Untuk apa mempelajari ilmu ikhlas? ini pertanyaan nomor 2. Saat kita Ikhlas, ilmu mudah masuk, rezeki akan terus dirasa cukup, menghadapi pasangan dan anak-anak pun tak perlu pakai ribut. Betul?

Berbekal dua buku yang sudah ada di tangan saya, serta cerita-cerita shahih mengenai mukhlisin (orang-orang ikhlas), saya akan mulai mempelajari tahapan-tahapan dalam meraih ikhlas. Tentu dalam menuntut ilmu kita tidak boleh tergesa-gesa. Senantiasa berdoa kepada Allah agar selalu diberikan ilmu bermanfaat selayaknya bisa menjadi adab yang paling utama saat menuntut ilmu. Minta Allah ridhai kita saat mempelajarinya.

Saat mempelajari setiap ilmu, bersiap siagalah. Bukankah sejauh apa kita memahami ilmu tersebut akan kita ketahui saat ujian?

Ada ilmu, ada ujian.

*Postingan ini merupakan rangkaian tugas Nice Home Work dalam Matrikulasi Ibu-Ibu Profesional Batch #3

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Situs Download dan Baca Komik Gratis

Kotoba #2 ほっといて!  (Hottoite!)