My Day #15: Bicara Cinta
Tumben saya nulis tentang cinta, ya? Haha
Intermezzo, saat iseng ambil quiz
bertajuk, "What gender is your brain?" Hasil yang saya
dapat cukup membuat saya istighfar.
57% Male, 43% Female
Ini hasil apa-apaan coba T.T
Yah, masih seimbang lah. (lhooo…ini bukan
sesuatu hal yang harus disyukuri!) Mungkin kedua adik laki-laki saya ada andil mengapa
hasilnya seperti itu, haha.
Oke, lupakan. Next.
Bicara cinta, definisinya bisa berjuta.
Dari yang paling sederhana: merasakan debaran kalau bertemu doi, hingga yang
tak logis: tak harus memiliki. Yang tak logis ini saya temukan kata padanan sehari-harinya:
Ikhlas.
Dulu waktu zaman SMP saya pernah membuat
puisi yang isinya kurang lebih memproklamasikan bahwa saya tipe orang yang
mudah jatuh cinta. Karena waktu itu istilah 'cinta' menjadi lumrah sekali dan
didefinisikan secara biasa saja lewat sinetron-sinetron atau ftv. Cirinya
sangat sederhana, deg-degan, keingetan si dia terus, sehari nggak ketemu
rasanya gimana.
Jadi dulu kalau ada dua ciri tersebut,
saya selalu menyimpulkan saya jatuh cinta. Wah, banyak banget dong jatuh
cintanya, Fi? Haha, ya, kalau cirinya hanya dua itu. Bahkan ketika TK,
saya 'suka' sama seorang anak yang rumahnya di blok depan. Begitu tahu dia
punya kakak yang--maaf--cacat dan suka tiba-tiba mengejar saya, saya
membelokkan rasa 'suka' saya ke anak yang rumahnya satu blok sama saya. Haha,
kalau dinget-inget, berasa geli juga.
Lalu waktu SD, ng, ada teman sekelas saya
yang hingga selesai SMP saya masih saja menyukainya. Alasannya? Sederhana,
karena saya nyaman bersama dia. Diam-diam saya menyukainya, saat bertemu
mungkin biasa saja, tapi ketika menyukainya saya ingat betul betapa buku Diary
saya mendadak penuh oleh curahan hati saya. Dan, mau nggak mau saya harus
mengakui saya suka menulis semenjak itu. Semenjak jatuh cinta dalam diam
kepadanya, lalu hanya kata-kata yang mengalir lewat tulisan yang mampu
mengungkapkannya.
Hingga selama SMA, perasaan 'cinta'
seperti itu tak pernah saya temukan lagi. Saya terlalu fokus pada akademik,
persahabatan, dan hobby saya. Waktu 3 tahun selama SMA benar-benar saya lewati
tanpa cerita cinta di dalamnya.
Baru ketika kuliah, bertemu dengan
berbagai macam orang, energi cinta ini muncul kembali dengan versi yang lebih
terupgrade. Rasanya menyenangkan, karena saya merasa saya jatuh cinta kepada
orang yang tepat jika dipandang dari sudut pandang agama. Hari-hari ketika
bertemu dia adalah hari-hari yang bahkan bisa membuat saya banyak beribadah dan
menulis. Hingga terkadang pertanyaan semacam, "Niatmu karena Allah atau karena
doi?" harus berulang kali saya tanyakan di dalam hati. Sebagai hamba yang
hina, saya tahu saya tidak bisa menyembunyikan apapun dari-Nya, bahkan tentang
pertanyaan niat itu pun, saya tak tahu persis jawabannya, harap saya semoga
Allah memaklumi.
Hingga wacana tentang menikah pun melejit
bak roket di keluarga. Segera, banyak kepulan asap, kemudian mengambang begitu
saja. Tentu banyak yang ikut berusaha menggenapkan saya dengan seseorang, tapi
rencana hanya rencana-Nya yang paling indah. Hingga ketika merasa tidak
berjalan lancar, pertanyaan tentang niat itu kembali memenuhi nurani: "Apa
karena dia?"
"Bersihkan hatimu dulu, dek. Siapa
tahu jodohmu terhalang karena kamu masih punya perasaan itu."
Merasa tersiksa ketika saya harus
melupakannya, bagaimana pun juga saya merasa sangat bersyukur ketika bertemu
dengannya. Bagi saya bertemu dengannya adalah suatu kenikmatan dari-Nya.
Tahajjud dioptimalkan, beberapa hari saya
menangis dalam diam kalau mengingatnya. Benar-benar seperti bukan saya yang
biasa berpikir analitis dan sistematis. Sampai pada suatu titik, saya merasa
bebas. Kalaupun dia menikah dengan yang lain, saya akan ikhlas turut
berbahagia. Ya, merasa bebas seperti itu.
Kini saya punya definisi tersendiri soal
cinta. Bagi saya cinta itu energi yang membaikkan. Menyimpannya erat di dalam
hati adalah sumber energi tak berbatas untuk selalu beribadah kepada-Nya. Cinta
bagaikan alarm yang membangunkan saya dengan lembut untuk tahajjud. Cinta bagaikan
harta yang membuat saya tak takut jatuh miskin. Cinta itu perasaan hangat di
hati yang membuat kita lebih baik, lebih dekat kepada sang Pencipta.
Bersambung :)
Komentar
Posting Komentar