Sunday Stories #2.5: FAQ Seputar Taaruf



Setelah saya posting mengenai Taaruf di Sunday Stories #2: Orang Cina Dan Jilbab Hijau, rupanya banyak yang bertanya mengenai serba serbi Taaruf. Sebagai alumni dari Taaruf, dalam postingan kali ini saya akan coba jawab kegelisahan mereka #tsahh

Biodatanya cem mana, sih?
Kalau saya pakai format yang ini.

Adakah persyaratan khusus?
Pertama, perlu ditekankan proses taaruf adalah proses yang sebisa mungkin tidak  ada ikhtilat (bercampur baur non-mahram) di dalamnya. Sekarang misalnya, status kamu masih berpacaran, belum menutup aurat, sebaiknya mulai perbaiki diri dari hal-hal yang paling kecil. Tinggalkan yang jelas haram, penuhi yang wajib. Buat semacam checklist perubahan diri yang akan kamu usahakan ke depan.

Menikah bukan urusan sehari dua hari, tapi seumur hidup, lho. Kita perlu perbaiki diri bukan hanya untuk diri kita sendiri, tapi untuk anak dan keluarga kita kelak.

Kedua, siap bangun cinta.
Bukan hal mudah untuk berkenalan secara kilat dengan seseorang, lalu dalam waktu singkat, kamu sudah duduk bersanding dengannya di pelaminan.

Lupakan drama-drama korea yang menggambarkan arti cinta dengan aksi romantisme atau dominasi hawa nafsu. Setelah menikah kamu akan menemukan definisi cinta yang beragam.

Saya masih ingat ucapan sahabat saya, Lani, "Cinta itu sama dengan amarah. Marah bisa dikontrol, cinta pun bisa." #uhuukk

Terus biodatanya kita kasihkan ke siapa?
Kalau saya, dulu minta beberapa kenalan yang saya nilai shaleh, ada juga yang hafidzhah 30 juz, dan alhamdulillah mereka bersemangat sekali mencarikan untuk saya. Hihi.

Bisa juga minta ke guru ngaji, tapi usahakan yang udah kenal kita baik, agar lawan taaruf yang dicarikan pun memang cocok dengan karakter kita.

Apakah tak mengapa tanpa jatuh cinta?
H-1 akad, ayah saya masih bertanya pada saya, "Fifah, kamu udah jatuh cinta belum sama si akang? Besok lho, nikahnya."
Saya menggeleng, "Jujur, belum Pa. Tapi nanti juga Afi yakin bisa jatuh cinta, apalagi sudah halal."

Iya, saya belum jatuh cinta sama si akang, bahkan hingga H-1 akad. Tapi ada beberapa bagian dari diri si akang yang membuat saya suka, di antaranya shalat always di masjid, saat hari H pernikahan pun beliau tanpa beban pergi ke masjid saat adzan dzuhur, padahal jarak ke masjid kan lumayan.

Dan sebagai wanita, saya sudah beberapa kali merasakan "Cinlok" ketika harus bareng-bareng terus dengan si doi karena kegiatan organisasi. Lha, apalagi nanti sama si akang, 24/7 lhooo.. Masa nggak bisa jatuh cinta? Hihi.

"Minta sama Allah agar selalu diberi rasa cinta terhadap pasangan, minta sama Allah.."

Saya belum berhasil Taaruf, harus bagaimana lagi?
Sabar. Saya sendiri sudah melakukan proses Taaruf kurang lebih 3 tahun dengan 3 proposal ikhwan, hahaha. Iya, saya sudah ingin menikah sejak umur 20 tahun. Hihi. Bukan karena pengen banget lho, ya. Tapi almarhum bapak yang mulai kurang sehat selalu minta mantu di setiap pembicaraan telepon kami. Mending kalau mintanya pulsa. Ada yang tahu kalau mantu ready stock atau open PO di mana?

"Fifah, ada 3 hal yang harus disegerakan. Salah satunya menikahkan anak perempuan ..."

Dan sebagai anak yang berbakti #ealah, saya mulai ikhtiar, dari mulai yang setengah hati, hingga lulus kuliah ternyata hilal jodoh tak kunjung nampak, saya bekerja dan mulai pasrah akan segala ketentuan-Nya. Pasrah sejadi-jadinya, saya ubah target menikah di usia 25 aja. Titik.

"Coba tengok hatimu, dek. Apa niatmu menikah? Mungkin masih ada seseorang yang menancap kuat di hatimu, sehingga Taarufmu tak pernah berjalan mulus.." Nasehat seorang kakak begitu pas kena di hatiku. Iya ya? Apa karena dia?

Nah lhooo...
Akhirnya saya introspeksi diri saya. Lalu mencoba 'melepas' dia, kalaupun dia menikah dengan yang lain, saya ikhlas!
(Suamiku, ini masa lalu yaa. Aku sekarang utuh padamuuu, wkwkwk)

Setelah bersih-bersih hati, 3 bulan kemudian, biodata dengan pas foto mirip orang Cina itu mampir ke inbox emailku.

"Fi, ini ada temen SMA akang, orang Sukabumi.." Ihiiyy.

Dan cerita pun berlanjut seperti yang sudah diceritakan di sini.

Bolehkah seorang perempuan mengajukan dirinya duluan?
Ada beberapa akhwat yang bertanya seperti ini pada saya.

"Saya suka sama si A dan saya sudah siap nikah. Kalau saya yang tanya duluan boleh nggak, ya?"

Beuh, daripada galau tiap hari, saya mah mending tanya langsung aja, hahaha. Tidak ada larangan kok dalam Islam seorang wanita 'menawarkan' dirinya terlebih dahulu kepada lelaki yang shaleh. Justru malah menjaga dirinya dari fitnah dan galau hati berkepanjangan.

Tapi ya, prosedurnya nggak baik kalau nanya 'langsung' tembak, dor. Seperti Khadijah yang memakai perantara untuk bertanya kepada Muhammad SAW, kita sebagai wanita juga bisa bertanya kepada pria yang kita suka lewat perantara, misalnya oleh ayah sendiri, atau kenalan yang sama-sama sudah mengenal si pria ini. Kenalannya yang sudah menikah ya, agar terhindar juga dari fitnah.

Oke, kini format biodata sudah di tanganmu. Cobain isi deh. Akan terbayang sedikit demi sedikit kalau nikah itu nggak melulu soal suka sama suka. Ada cikal bakal peradaban di dalamnya, ada zaman berbeda yang anak kita hadapi kelak.

Sambil nyicil ngisi biodata, buat sekalian checklist perubahan diri. Mulai dari yang wajib, sedikit demi sedikit. Kalau kata ustad, jangan muluk-muluk langsung tahajjud 11 rakaat deh, shalat wajibnya tepat waktu dulu, lalu nyicil shalat sunnah rawatib, perlahan tapi pasti.

Lalu hari-hari dalam penjemputan jodohmu pun menjadi lebih bermakna dibanding biasanya. Karena kamu, iya kamu, berubah menjadi lebih baik dari hari ke hari.

Semangat!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Situs Download dan Baca Komik Gratis

Kotoba #2 ほっといて!  (Hottoite!)