Sudah Wisuda. Terus? [Part 1]
"Ini
adalah langkah awal menuju perjuangan yang sesungguhnya, teh. Doakan kami
semoga kami bisa segera menyusulmu :)"
Saya
melongo sebentar membaca kalimat-kalimat di atas. Kalimat yang tertata manis
dalam sebuah cinderamata dari adik-adik kelas di organisasi kampus. UKM BAQI
UPI, tahu kan? Itu lho, organisasi yang para anggotanya berkomitmen memberantas
buta huruf Al-Quran di kalangan mahasiswa. Nggak kenal? Padahal saya yakin
mereka orangnya kece-kece abis. Yah, memang sih mereka terlalu rendah hati. Ah,
lupakan. Hari ini saya mau nulis tentang komentar saya mengenai kalimat di
atas. Emang sebenarnya komentar saya nggak penting juga sih, tapi entah kenapa
kalau baca kalimat di atas berulang-ulang rasanya ada suatu hal yang saya
pikirkan di otak dan bisa gawat kalau tidak dikemukakan.
Ya ampun,
Fi..kapan masuk ke inti sih?
Oh, oke,
mari kita mulai..
I don’t
have any problem with the first sentence. Kalimat pertama nggak masalah, malah
kalau perlu saya dukung 200 persen. Sehabis saya komentar ini bagusnya tuh
kalimat pertama dicetak gede-gede, ya paling seukuran A3 terus dibagiin
wisudawan-wisudawan yang baru keluar dari Gymnasium selepas acara wisuda.
Dijamin mereka nggak akan begitu terbuai lama-lama dalam euphoria toga.
Beneran. Masa kuliah tuh masa-masanya enak banget untuk nuntut ilmu
buanyak-buanyak. Masa yang enak juga buat ngumpulin temen dan pin BB
sebanyak-banyaknya buat link bisnis di masa depan. Masa yang paling enak untuk
ngucapin, "Tugas kita ke sini tuh buat belajar, bro…"
Fi,
kayaknya lebay amat sih tanggapannya..
…
Karena di
dunia kerja kita dituntut untuk aplikasi ilmu.
Okelah,
kita sambil belajar juga kok. Tapi porsi untuk aplikasi lebih banyak ketimbang
untuk konsumsi ilmu. Dimarahin bos, harus aplikasi ilmu sabar. Digodain rekan
kerja, harus aplikasi ilmu ghadul bashar. Dikasih itung-itungan duit, harus
aplikasi ilmu matematika, matematika SD cukup lah ya. Ini bukan tahap di mana
ada nasehat, "Kamu harus belajar sabar, dek.." No. Yang ada,
"Sabar..sabar."
Jadi,
"Ini adalah langkah awal menuju perjuangan sesungguhnya, teh," adalah
kalimat yang benar-benar mewakilkan perasaan saya saat ini. Dulu masih bisa
curi-curi waktu untuk shalat Dhuha, sekarang nggak. Dulu masih bisa curi-curi
pandangin ayat Al-Quran pas jam kosong, sekarang nggak. Dulu masih bisa
nikmatin shalat sunnah rawatib, sekarang nggak. Bukannya nggak bisa sih, cuma
perlu perjuangan khusus. Sudah harus diperjuangkan, pakai kata 'khusus' pula.
Dan akhirnya, ketika saya merasa lemah dalam berjuang, mungkin ilmu istighfar
yang paling layak saya aplikasikan..hehe
Namun
dibalik kengerian itu semua..saya yakin selalu ada balasan yang setimpal bagi
setiap perbuatan. Seperti pahala orang yang berjalan kaki ke Masjid lebih besar
dibanding orang yang menggunakan kendaraan. Hitung-hitungan Allah Maha Adil.
Perjuangan memang akan membuat sesuatu terasa lebih berharga :)
Rasa-rasanya saat kuliah itu saya dengan seizin Allah menikmati benar tarbiyah (pendidikan) dari-Nya, dipertemukan dengan muslimah-muslimah yang aduhai sholehah, dan para pria-pria yang aura sholehnya kadang bikin nggak nahan. Lewat mereka saya belajar berbagai macam hal yang bisa membuat saya merasa lebih dekat dengan Allah. Hingga sampai suatu masa di mana saya merasa ada perasaan sejuk di dalam hati, merasa saya sudah beragama 'Islam' dengan usaha sendiri, bukan karena keturunan dari orang tua. Seperti Khalid bin Walid ketika memutuskan untuk bersyahadat setelah mendengar lantunan Surat Ad-Dhuha ketimbang seperti Abu Sofyan yang masuk Islam di ujung jurang sebelum Fathul Makkah--masuk Islam karena terpaksa. Rabbii, mungkin imanku pun seperti Abu Sofyan pada awalnya, tapi ya Rabb, jadikan imanku seperti Khalid pada akhirnya..
Setelah
Allah mentarbiyah dengan berbagai macam hal selama kuliah, maka seusai kuliah
ada ujian menanti, sebuah tes dari ilmu-ilmu yang kita dapat sebelumnya. Kalau
nggak lulus? Pasti ada remedial dong, soalnya pun biasanya mirip. Hanya enaknya
dari ujian kehidupan, kita bisa remedial berkali-kali, sampai lulus. Setelah
itu, takdir Allah akan mentarbiyah kita, terus, setiap detiknya, hingga ajal
menjelang. Dalam ujian-ujian itulah diperlukan perjuangan, kalau nggak berjuang
ya hidup ini flat, nggak asik. Hidup di dunia cuma transit bro, kayak transit
pesawat di Incheon sebelum capcus ke Jepang. Masak di Incheon mau tidur-tiduran
aja?
Yang asyiknya, sebagai Muslim kita diberi pedoman hidup yang komplit abis. Semacam peta yang dilengkapi GPS selama kita di Incheon. Jadi nggak usah bingung-bingung mau ngapain. Follow the rules, collect the golds, be aware of monsters, got the heaven!
Yang asyiknya, sebagai Muslim kita diberi pedoman hidup yang komplit abis. Semacam peta yang dilengkapi GPS selama kita di Incheon. Jadi nggak usah bingung-bingung mau ngapain. Follow the rules, collect the golds, be aware of monsters, got the heaven!
Bentar..bentar..kok
ini tulisan jadi menclok ke game gini ya? Haha. Eum, jujur saya penikmat game,
apalagi yang berbau strategi. Dalam Al-Quran pun disebutkan hidup ini hanya
permainan. Saya bahasakan secara pribadi, hidup ini seperti game, antara level 'College'
and 'Working World' itu jelas tantangan dan musuhnya berbeda, just enjoy it!
*megangin joystick *megangin Al-Quran
NB:
Sehabis baca tulisan ini, maaf ya kalau ada yang langsung megangin kepala, kalau pusing pegangan aja. Kalau nggak kuat, segera lambaikan tangan ke kamera, karena ini masih lanjut ke Part 2. *nyehehehe
Sehabis baca tulisan ini, maaf ya kalau ada yang langsung megangin kepala, kalau pusing pegangan aja. Kalau nggak kuat, segera lambaikan tangan ke kamera, karena ini masih lanjut ke Part 2. *nyehehehe
Komentar
Posting Komentar