My Day #6 DIJEMPUT

Hah, nggak banget deh ini judul. Yah, ini pun hasil pemikiran saya, nyampe botak kalau bisa, tema kali ini : Dijemput.

Sebelum ke menu utama, mari kita cicipi appetizer dulu dari saya, ini fotonya :


Cappucino with granule chocolate

Granule, atau apalah itu namanya, meleleh di atas cappucino yang disajikan panas. Begitu diseruput hangat, terasa sekali lelehan coklatnya lumer di mulut. Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai itu nikmatnya kayak apa ya? Kalau hanya karena cappucino ini saja saya bisa bahagia, apalagi kelak di surga, air sungainya bisa milih : mau anggur, susu, krimer, atau apapun tinggal minta sama Sang Pencipta.

Tapi  itu cuma sesaat.

Rasa nikmat seruput coklat itu cuma sesaat. Malah dari kenikmatan semu ini semuanya bermula. Semua hal-hal buruk. Termasuk dijemput.


Hari itu hari libur, berencana untuk meng-off kan diri sementara dari amanah yang menggiurkan pahala, saya berniat menjemput rezeki dengan berdiam diri seharian di hadapan laptop. Hah? Emang ngapain? Akhirnya saudara-saudara, saya dipertemukan dengan pekerjaan impian saya : penerjemah. Setengah dari buku berbahasa Jepang sudah ada di tangan saya saat itu. Kanjinya, hasyemele—bikin saya nangis. Tangan kanan mengetik arti perkata, tangan kiri sibuk mencari arti di JED—aplikasi android (ehm, android) di HP yang saya beli 4 bulan lalu yang juga hasil dari bekerja selama 1 bulan (bukan kerjaan jadi penerjemah,ya).

Pagi berganti siang, saya sadar perut saya lapar. Dengan agak sedikit malas saya beranjak mengocok telur, bikin telur dadar, dan supaya saya nggak ngantuk, cabe rawit se-RT saya hadirkan di sana. Mantap. Dan benarlah, saya kuat berlama-lama lagi di depan laptop. Hingga malam, saya sadar saya lapar (lagi), tapi kali ini bukan nasi yang menemani. Jus jambu plus 2 cilok goreng hangat cukup mereda lapar saya ketika itu (dipikir-pikir sekarang, saya kok jahat amat ya T.T).

Oke, tarik terus, saya teringat perkataan teman saya, “Kalau lagi mood belajar, jangan berhenti.”—yang hari ini saya buang jauh-jauh anggapan itu, diganti menjadi, “Kalau lagi mood belajar, kalau udah malem, ya tidur!

Dan waktu itu saya sedang mood-moodnya berteman dengan kanji. Mata saya paksa terbuka, hingga waktu tak terasa, sudah pukul 12 malam! Yeah! Karena waktu tidur saya sudah lewat, saya tidak bisa tidur dan mencoba menikmati kesunyian kala itu dengan secangkir cappucino yang kawan-kawan lihat fotonya di awal.

Ctar! Kalau diibaratkan ada petir menyambar perut saya secara tiba-tiba. Sakit? Pasti.

Pura-pura tidak ada apa-apa, akhirnya saya melanjutkan pekerjaan hingga tanpa sadar sudah jam 3 pagi! Buru-buru ngambil air wudhu, shalat tahajud, dan rutinitas ibadah lainnya. Jam 4 tiba, adzan berkumandang saya langsung shalat subuh.
Oh, setelah komat kamit dzikir dengan keadaan tubuh yang nggak jelas, akhirnya tubuh saya tunaikan haknya dengan tidur, berharap dapat tidur yang berkualitas meski sebentar, karena pagi harinya saya harus ikut seminar.

Tapi apa yang terjadi? Tubuh saya ngamuk, haa. Ngamuknya seperti apa lebih baik tidak saya jelaskan. Nah, selama masa mengamuk inilah saya mimpi ‘dijemput’ dua kali.

Dijemput malaikat Izrail.

Serius, saya nggak main-main. Tiba-tiba sosok bercahaya putih ada di hadapan mata, mengajak pergi dengan lembutnya. Saya di mimpi itu begitu pasrah dan bahagia sampai-sampai terucap kalimat, “Ya Rabb, iya dunia ini begitu berat, izinkan aku pulang sekarang,” dan klik! Mata saya terbuka dan saya masih hidup. Dua kali dialognya sama. Entah ini pertanda baik atau buruk, yang jelas saya selalu merinding dan takut tiap kali mau tidur—takut nggak bangun lagi. Lebih jauhnya yang saya takutkan adalah perbekalan yang masih nggak jelas adanya atau malah ngutang.

Seperti yang tertulis di buku. Kita semua adalah musafir yang sedang melakukan perjalanan di dunia, berbekal dasar fitrah, mencari sebaik-baiknya bekal di dunia untuk menjadi traveler surga. Fitrah, hati nurani yang tak pernah mendustai, hanya terkadang tertutup asap-asap dengki, kabut-kabut riya, atau genangan keburukan. Sehingga hati harus dibersihkan sesering mungkin dengan ibadah yang mengalir, agar bungkusan sinyal yang mengelilinginya menjadi bening dan hati mudah dibaca.

Dan, saat manusia meninggalkan dunia, hanya ada dua jenis : selesai melaksanakan tugas atau tidak selesai melaksanakan tugas. Tugas manusia? QS. Adz-Dzaariyat ayat 56.

Jika ini futur ya Rabb, pastikan aku bersemangat lagiJika ini amnesia, pastikan aku ingat lagiJika ini kemalasan, pastikan ini hanya sebentar


Harus lewati episode ini untuk esok yang lebih baik! Diambil yang hikmahnya aja ya bagi yang baca, jangan tiru kelakukan ngeyel saya di atas :D makanlah ketika lapar, makannya yang bener, banyak minum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Situs Download dan Baca Komik Gratis

Kotoba #2 ほっといて!  (Hottoite!)