Keyakinan Soal Pandemi


"Istrinya ke mana, pak?" tanya bapak D.
"Di rumah aja, pak. Ada bayi soalnya," jawab suami
"Oohhh, bawa aja padahal bayinya juga. Nggak apa-apa, kok," komentarnya.

Itu penggalan percakapan antara suami dan tetangga, sebut saja Bapak D, kemarin pagi. Kemarin, tetangga kami (sebut saja Ibu Mawar), mengadakan acara akad dan resepsi pernikahan anaknya. Satu minggu sebelumnya suami Ibu Mawar datang ke rumah meminta tanda tangan suami dan warga lainnya untuk tanda bukti bahwa warga sekitar telah memberikan izin diselenggarakannya hajatan ini. Berhubung kelurahan, rt, rw, TIDAK BISA MEMBERIKAN IZIN SAMA SEKALI DIKARENAKAN PANDEMI.

Sebelumnya aku dan suami bersepakat, untuk memenuhi undangan, cukup suami saja yang hadir. Emak dan anak-anak lockdown di rumah. Keputusan ini kami ambil mengingat undangan yang hadir diprediksi 200an orang, dan dari berbagai kota.

Jadilah kemarin pagi suami sudah batikan sementara akunya masih dasteran, hahahahha.
Sepulang kondangan, suami bercerita tentang percakapannya dengan Bapak D di atas tadi. Dari situ dahiku berkernyit (baca: heran), kok bisa si Bapak D ini bilang, "GAPAPA BAYINYA BAWA AJA."?
Bagaimana pemikiran ini bisa terbentuk? Sedangkan bagiku menghadiri undangan dengan diwakili suami saja sudah cukup. Apa segitu urgensinya hingga bayi juga BOLEH hadir?

Tenang, nggak ngegas, kok. Murni bertanya, hahaha.

Dari situ muncul pemikiran yang jadi judul tulisan ini: Keyakinan soal Pandemi.

Eits, ini bukan aliran baru dalam beragama, ya. Tulisan ini berlatar lonjakan covid pasca libur lebaran, serta bagaimana respon pemerintah.
Aku setuju sekali dengan jawaban seseorang di Quora (aseli tadi lupa simpan jawabannya jadi lupa siapa yang nulis, kalau nanti ketemu bakal diupdate di sini link tulisannya), mengenai betapa pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang sifatnya jangka panjang, tapi kesannya lebih ke REAKTIF alias baru bereaksi kalau ada masalah. Contohnya PPKM yang hari ini dimulai.


Hadeuh mak, kebanyakan mikir loe, jadi kepikiran mulu kan, wkwk.

Oke, kembali lagi ke topik (betulin kacamata dulu).
Jadi, sebetulnya para ahli sudah menerawang atau memprediksi bakalan ada lonjakan kasus covid pasca lebaran. Sama gubernur Anies diusulkanlah PSBB KETAT Jawa dan Bali yang beneran ketat dari jauh-jauh hari bahkan sebelum Ramadhan. Tapi ditolak sama pusat (ini beneran aku bacanya gini, link berita nyusul eaa). Bahkan para ahli ekonom dah hitung-hitungan kasar gimana untung-rugi negara kalau diterapkan lockdown. Dan ternyata lebih untung lockdown, dong! Kalau kayak gini terus (PSBB lah, PPKM lah), ruginya malah lebih banyak.


Bentar, emak minom dulu, ya.
Glek glek.
Oke, kita lanjut. Ditambah lagi dengan terbentuknya kubu-kubu dalam masyarakat soal menyikapi covid ini. Ada yang percaya covid ini memang ada, ada yang percaya tapi yakin ini bagian konspirasi dan ujung-ujungnya jualan vaksin, ada yang bener-bener nggak percaya dan abai prokes, ada yang bodo amat--kadang prokes kadang nggak, macam-macam lah pokoknya. Buat sesuatu yang bisa diteliti dengan mikroskop aja kita udah beda pendapat, apalagi yang nggak bisa diteliti? Jadi kusebut semua beda pendapat ini soal "keyakinan" pribadi masing-masing, berlandaskan latar belakang pendidikan atau standar hidup.

Kita jadinya gimana dong menyikapinya?
Yaaa enaknya jadi Muslim tuh gini, ada aturan, ada ittiba', ikut ulama. Simpel aja deh, nggak ribet mesti penelitian dll. Gimana?

Ikut ulama yang mana? Di situ sih endingnya.


#catatanafie2021day5

Epilog:

"Mi, aku mau keluar dulu, ya," kata suami, pukul 8 malam kemarin.
"Lha, mau ke mana bi malam-malam?"
"Itu, kumpul bapak-bapak."
"Memang ada apa sampai harus kumpul-kumpul?"
"Makan-makan doang, sih."
"Hmm. Urgen nggak bi? Kalau memang ada hal urgen yang dibicarakan, ya silahkan."
"Nggak ada sih. Kumpul ngobrol doang."
"Ooh..."
"Ya udah deh, aku nggak ikut kumpul, di sini aja."
"Nah, gitu dong, hehe. Kan tadi pagi dah janji sama aku mau handle anak-anak sementara aku menulis."
"Iya, yaaa. Lupa ada janji."

Pak bapak, kalian bisa jadi kuat saat tertular, tapi bagaimana dengan kami yang di rumah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Situs Download dan Baca Komik Gratis

Kotoba #2 ほっといて!  (Hottoite!)