Ini tentang Ekspresi
Saya baru tahu kalau saya orangnya ekspresif. ‘Ekspresif’ di
sini maksudnya raut wajah muka saya bisa mengekspresikan emosi yang berbeda-beda
secara JELAS. Adalah salah satu murid saya ketika menuliskan kesan untuk saya
selama mengajar di kelasnya menuliskan hal yang menurut saya menarik dan belum
pernah saya dengar, “Sensei, kalau udah kesel mukanya keliatan.”
Wah? Wah? saya jadi langsung meneliti raut muka saya
sendiri. Jangan-jangan dari raut muka yang tidak bisa saya kontrol ini bisa
melahirkan musuh dari orang-orang terdekat.
Dan begitu saya tanyakan perihal ini kepada sahabat saya,
dia dengan cepat mengangguk, “Iya, Fi. Ekspresi Afi itu keliatan jelas.”
Deg. Di satu sisi ini tandanya saya tidak bisa bersikap
munafik. Apa yang saya rasakan dalam hati, akan terlihat jelas di raut muka
saya. Tapi di satu sisi, bukankah tidak apa-apa bersikap munafik kalau hal itu
bisa membahagiakan teman? Saya jadi teringat peristiwa di mana ada teman saya
yang pernah berbuat kesalahan dan minta maaf berulang kali sambil mengatakan
betapa menyesalnya dia. Meskipun masih merasa sakit hati, saya mengangguk
sambil tersenyum, “Iya, nggak apa-apa.” Tapi dia terus-terusan minta maaf
sampai membuat saya jengkel, “Iya, iya, kalau minta maaf sekali lagi, malah
nggak aku maafin.” Setelah saya berkata seperti itu barulah dia nyengir dan
tersenyum lega. “Habis Afi mukanya gitu.”
Kejadian seperti ini pernah beberapa kali saya alami. Dan
baru sekarang saya tahu penyebabnya kenapa teman-teman saya kalau minta maaf
begitu alay, hehe. Astaghfirullah. Astaghfirullah. Karena apa yang saya rasakan
di hati, selalu terlihat di permukaan. Saya tidak berbakat akting rupanya.
Sekarang saya jadi ngeri kalau berhadapan dengan orang lain face
to face, takut tidak bisa memperlihatkan raut muka yang terbaik, nggak
heran kalau selama ini banyak yang marahnya ‘tiba-tiba’ sama saya meski saya
merasa tidak mengucapkan sepatah kata pun. Oh, ini alasannya J Astaghfirullah.
Dan sekarang saya sedang berusaha sebaik mungkin melimpahkan
hati saya dengan memaafkan apapun. Allah yang Maha Besar saja begitu Pemaaf,
lha saya yang makhlukNya masak berani-beraninya nggak memaafkan?
Komentar
Posting Komentar